Minimnya akses dan sarana belajar di Kecamatan Tompo Bulu, Maros, Sulawesi Selatan dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk kurangnya perhatian pemerintah atas warga di pelosok. Bahkan, wilayah pelosok terkesan 'dianak tirikan' oleh pemerintah daerah.
Lantaran tak punya jembatan, puluhan siswa terpaksa berenang di sungai untuk ke sekolah. Setibanya di sekolah, siswa kelas IV dan kelas III SDN Inpres 130 Gantarang, harus berhimpitan di satu ruangan kelas yang hanya disekat menggunakan tripleks lusuh.
Selama ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros hanya sibuk membangun wilayah perkotaan. Padahal, potensi Sumber Daya Alam di pelosok, sangat besar untuk menyokong pendapatan pemerintah dan juga masyarakat.
"Wilayah terpencil cenderung dianak tirikan. Mungkin karena kurang penduduknya. Padahal, di sana memiliki potensi alam yang sangat besar dan bisa membiayai pembangunan seluruh wilayah Maros kalau Pemkab kelola potensi itu," kata anggota Komisi III DPRD Maros
DPRD pun telah mendorong Pemkab untuk menggelontorkan dana perbaikan infrastruktur dan sarana pendidikan di sana. Termasuk untuk segera membangun jembatan dan penambahan ruang kelas di sekolah yang dimaksud. Menurutnya, hal itu tidak boleh ditunda lagi.
"Jadi memang pembangunan belum merata. Makanya dewan merekomendasikan agar pembangunan infrastruktur itu merata ke semua daerah. Selama ini Pemkab fokus menata kota," lanjutnya.
Sementara itu, Bupati Maros, Hatta Rahman mengatakan, pihaknya akan memasukkan dalam perencanaan. Sebelumnya, siswa di sana hanya beberapa saja sehingga dianggap ruangannya mencukupi. Tapi kalau memang siswanya sudah banyak akan dipertimbangkan.
"Dulu dianggap cukup. Kalau memang siswanya banyak akan dipertimbangkan. Kondisi medannya juga dulu di sana berat. Tapi sekarang jalan juga sudah bagus. Jadi Insya Allah akan segera kita benahi," sebutnya.